Amalan Sunnah Bulan
Ramadhan
1. Menyegerakan
berbuka puasa
Apabila telah yakin terbenamnya
matahari yang menandakan masuknya waktu maghrib, maka disunahkan untuk segera
melaksanakan buka puasa(ta’jilul fitri). Menyegerakan berbuka puasa hendaklah
jadi prioritas ketika waktu maghrib sudah tiba, dalam keadaan apapun. Apabila
kondisi cuaca mendung dan tidak dapat mengetahui posisi matahari maka untuk
zaman sekarang kita bisa menggunakan jadwal waktu sholat dan imsakiyah
puasa.
Diutamakan terlebih dahulu memakan
makanan manis seperti tamr (kurma kering), rutob (kurma segar) dalam jumlah
ganjil atau makanan manis yang lain.
فعن سَهْل بن سَعْد: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ، مَا عَجَّلُوا الفِطْرَ”.
رواه البخاري ومسلم.
Sahabat Sahl bin Sa’d telah
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda; ” seseorang akan tetap berada dalam
kebaikan apabila menyegerakan berbuka puasa.”[2]
فعن أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
رواه أبو داود، والحاكم وصححه، والترمذي وحسنه.
Dalam riwayat lain dari sahabat Anas
bin Malik: bahwasanya Nabi saw berbuka puasa sebelum melaksanakan solat maghrib
dengan beberapa rutob, apabila tidak ada maka baginda saw berbuka dengan tamr,
apabila tidak ada maka baginda saw berbuka dengan minum beberapa teguk air
saja.[3]
Sahabat Sulaiman bin ‘Amir
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda;” Apabila seseorang berbuka
puasa, maka hendaklah ia berbuka dengan tamr, apabila tidak ada maka hendaklah ia
berbuka dengan (minum) air, karena air itu suci.[4]
2. Berdo’a ketika berbuka puasa dan
selama berpuasa
Seorang hamba yang sedang berpuasa
kemudian melantunkan do’a ketika berbuka maka doanya termasuk yang
pasti akan dimakbulkan. Ada beberapa riwayat yang menjelaskan tentang perkara
tersebut.
روى ابن ماجه عن عبد الله بن عمرو بن العاص أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قال: إِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ لَدَعْوَةً مَا تُرَدُّ
Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash
bahwa Nabi saw bersabda;” Bagi orang yang sedang berpuasa maka apabila berdo’a
ketika berbuka maka doanya tidak ditolak.”[5]
Dalam riwayat lain Nabi saw
bersabda;” Ada tiga golongan yang doa mereka tidak akan ditolak; orang yang
berpuasa sehingga berbuka, seorang pemimpin yang adil dan do’a orang yang
didzalimi.”[6]
Berikut lantunan do’a yang
dianjurkan untuk dibaca oleh para shoimin :
“ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ” (من حديث ابن عمر، رواه أبو داود، والنسائي في الكبرى، والحاكم وصححه، والدارقطني وحسنه)
Artinya: “Hilang sudah rasa haus,
basah semua urat nadi, dan pahalanya disisi Allah Insya Allah” (Dari riwayat
Ibnu Umar, diriwayatkan Abu Dawud dan Nasa’i dalam Sunan Kubra, dan al Hakim
dan dia mensahihkannya, dan ad Daruqutni dan dia menghasankannya)
“اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ” (رواه أبو داود والبيهقي مرسلا، ورواه الطبراني موصولا من حديث أنس وأبي هريرة)
Artinya: “Ya Allah, hanya untuk-Mu
aku berpuasa, dan dengan rizkimu aku berbuka” (Diriwayatkan Abu Dawud dan
Baihaqi dengan sanad mursal, dan diriwayatkan Tabrani dengan sanad bersambung
dari Anas dan Abu Hurairah)
3. Makan sahur dan mengakhirkannya
Makan sahur bisa dilakukan mulai
dari pertengahan malam sehingga sebelum waktu subuh menjelang. Ada sebagian
keluarga terutama yang tinggal di kota dan mempunyai kesibukan kerja
harian/kantor biasa melaksanakan makan sahur ketika akan tidur
malam/pertengahan malam dengan alasan menjaga waktu kerja pada besok harinya.
Hal ini biasanya akan mengorbankan
anak-anak yang terpaksa harus mengikuti jadwal orang tua, sementara daya tahan
tubuh mereka lebih lemah dibandingkan orang dewasa.
Adapun yang dianjurkan dalam makan
sahur ini adalah hendaklah kita mengakhirkan waktunya sehingga sebelum waktu
subuh menjelang. Hikmah yang bisa kita ambil dari makan sahur adalah untuk
menjaga stamina semasa berpuasa, jadi waktu yang sangat sesuai adalah di
akhirkan. Sabda Nabi saw:[7]
اسْتَعِيْنُوا بِطَعَامِ السَّحَرِ عَلَى صِيَامِ النَّهَارِ، وَبِقَيْلُولَةِ النَّهَارِ عَلَى قِيَامِ الّليْلِ
“mintalah tolong (kekuatan) dari
makan sahur untuk berpuasa di siang hari dan dengan qoilulah (tidur sebentar di
siang hari) untuk melaksanakan qiyamullail di malam hari.”
Ketika makan sahur ada keberkahan,
sehingga di anjurkan untuk tetap dilaksanakan walaupun hanya dengan seteguk
air.[8] Walaupun dibenarkan untuk menyantap makan sahur sehingga masuk waktu
subuh, tapi alangkah baiknya kalau disediakan beberapa menit sebagai jeda
antara makan sahur dengan masuknya waktu solat subuh. Hal ini dijelaskan oleh
baginda sendiri ketika bersama-sama dengan Ziad bin Tsabit makan sahur kemudian
ada jeda sebelum beliau berdiri untuk melaksanakan solat subuh.[9] Dan itu
kemudian menjadi dalil untuk melakukan imsak sekitar 10 menit sebelum azan
subuh.
4. Meninggalkan perkataan kotor
Ibadah puasa adalah salah satu
bentuk taqorrub seorang hamba kepada Allah swt. Puasa adalah bentuk latihan
diri untuk mengatur dorongan-dorongan nafsu yang selalu mengajak kepada syahwat
dan kesenangan duniawi sesaat. Maka, dalam proses ibadah puasa hendaklah kita
senantiasa untuk membiasakan hal-hal yang dapat membantu jiwa lebih dekat
Rabbul ‘izzati, seperti amalan-amalan soleh yang dilakukan lisan (ucapan),
jinan (perasaan/hati) & arkan (perbuatan).
فعن أبي هريرة: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأكْلِ والشُّرْب ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللغو ، وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أحَدٌ أوْ جَهِلَ عَلَيْكَ ، فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ إني صَائِمٌ
Dari Abu hurairah ra bahwa Nabi saw
bersabda:” Berpuasa bukan hanya (menahan) dari makan dan minum, sesungguhnya
berpuasa dari lagwun (perbuatan yang sia-sia) dan rofats (perkataan yang
kotor)…[10]
Seorang hamba yang sedang beribadah
puasa namun tidak dapat mengendalikan perkataannya, baik dengan cara
mengejek, berbohong, ghibah dan namimah maka pahala puasanya akan hilang.
Walaupun dari segi kewajiban sebagai seorang mukallaf sudah melaksanakan
kewajibannya dan sah puasanya.[11]
عن أبي هريرة، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
5. Mandi junub sebelum waktu solat
subuh
Seorang yang sedang berpuasa
hendaklah dalam keadaan yang suci, oleh sebab itu apabila telah junub (karena
jima’ atau ihtilam) di malam hari bulan Ramadan maka dianjurkan untuk segera
mandi sebelum datangnya waktu subuh. Walaupun junub itu sendiri tidak
membatalkan puasa tapi sebaiknya segera untuk bersuci.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ
Bahwa baginda Nabi saw junub karena
jima’ dengan istri beliau. Kemudian beliau segera mandi dan berpuasa. [12]
Begitu juga wanita-wanita yang baru
selesai haidh dan nifas apabila darah sudah berhenti keluar maka dianjurkan
segera mandi.[13]
6. Memberi makan kepada orang yang
berpuasa
Dianjurkan kepada orang-orang yang
sedang berpuasa untuk memberikan ifthor kepada saudara-saudaranya yang juga
sedang berpuasa. Ibadah puasa menjadi salah satu sarana untuk merekatkan
jalinan persaudaraan diantara sesame umat Islam. Karena diantara hikmahnya
adalah untuk ber empati terhadap kondisi yang sedang dihadapi oleh umat Islam,
baik satu daerah ataupun berbeda wilayah.
Pada realitanya tidak semua umat
Islam berada dalam keadaan yang senang dengan fasilitas hidup. Masih banyak
umat Islam yang berada dalam kesusahan dan terdzalimi. Pada bulan
Ramadhan inilah saatnya kita menunjukan solidaritas terhadap mereka,
saudara kita.
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barangsiapa yang memberikan ifthor
kepada orang yang berpuasa maka pahalanya seperti orang yang berpuasa, tanpa
mengurangi pahala orang tersebut.”[14]
7. Tidak melaksanakan al hijamah
(bekam)
Menurut para ulama madhab Syafii,
amalan berbekam akan menyebabkan lemahnya kondisi tubuh orang-orang yang
berpuasa, oleh sebab itu mereka menganjurkan untuk tidak mengamalkannya selama
bulan Ramadan.[15]
8. Memperluas hubungan silaturahim,
berbuat ihsan terhadap sanak saudara dan memperbanyak sedekah terhadap fakir
miskin.
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ
“Bahwa Nabi saw adalah orang yang
paling dermawan dalam kebaikan, terlebih lagi pada bulan Ramadan ketika sedang
menemui Jibril.”[16]
9. Menyibukkan diri dalam tholabul
ilmi, tilawah al Qur’an dan dzikir.
Hendaklah orang-orang yang sedang
berpuasa senantiasa menyibukkan dirinya dalam hal-hal kebaikan semata. Para
pecinta akhirat akan tenggelam dalam kesibukan beramal soleh selama
bulan kemuliaan ini berlangsung. Apabila bulan Ramadan tiba maka target-target
ibadah sudah terencana dengan baik. Sehingga detik-detik berharga dalam bulan
rahmat ini tidak terlewatkan dengan sia-sia.
وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ
“Malaikat Jibril menjumpai baginda
Nabi saw pada setiap malam di bulan Ramadan, dan mengajarkannya al Qur’an.”[17]
10. ‘Itikaf
Para hamba Allah yang berpuasa
hendaklah tidak mensia-siakan momen yang paling berharga selama bulan Ramadan,
diantaranya dengan ber ‘itikaf terutama pada sepuluh hari terakhir (malam ke 21
dst). Dengan mengkhususkan diri berdiam selama beberapa hari di masjid untuk
lebih ber mujahadah dalam ibadah, maka hal ini juga sebagai bentuk latihan
pembentukan diri menjadi hamba Allah yang sedang mendekati Rabb nya. Baginda
Nabi saw apabila datang sepuluh hari terakhir Ramadan maka beliau segera
menyambutnya dengan penuh kekhusyuan. ‘Aisayah menceritakan dalam sebuah
riwayat:[18]
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Bahwa Baginda Nabi saw apabila
telah memasuki sepuluh terakhir (Ramadan) beliau menghidupkan malamnya dan
membangunkan ahli keluarganya serta mengetatkan kainnya (tidak melakukan
jima’).
***********************************************
Penjelasan-penjelasan Hadits :
[1]
Para fuqaha menjelaskannya dengan istilah ‘adab shaum’ untuk beberapa amalan
sunah dalam puasa Ramadan ( alfiqh al manhaji ‘ala madhab al imam asy Syafii;
1/346, fiqh sunnah; 1/457, al fiqh al islamiy wa adilatuhu 3/63-64 )
[2]
Hadits riwayat Bukhari (no hadits 1856) dan Muslim (no hadits 1095)
[3]
Hadits hasan riwayat Tirmidzi (696) dan Abu Dawud (2356) & Hakim
mensohihkan hadits ini.
[4]
Hadits riwayat Ahmad dan Tirmidzi, ia mengatakan hadits hasan sohih.
[5]
Hadits riwayat Ibnu Majah -
[6]
Hadits riwayat Tirmidzi dengan sanad hasan
[7]
Hadits riwayat Hakim – disohihkan Hakim (al mustadrak 1/425), dan Ibnu Huzaimah
dalam Shohihnya (Shohih Ibnu Huzaimah 7/211)
[8]
Hadits riwayat Ibnu Hibban dalam sohihnya.
[9]
Diriwayatkan dari Anas bin Malik (HR Bukhari/556) sahabat Anas bin Malik
menjelaskan pertanyaan para sahabat yang lain bahwa jeda antara selesai makan
sahur baginda Nabi saw dengan solat subuh adalah selama bacaan 50 ayat al
Qur’an.
[10]
Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Hakim. Kata Hakim; hadits ini sohih
dengan syarat Muslim.
[11] Hadits riwayat Bukhari (1804)
[12] Hadits riwayat Bukhari, Muslim, Abu
Dawud dll.
[13] Al fiqh al manhaji ‘ala madhab al
Imam Syafii’, 1/348
[14] Hadits riwayat Tirmidzi dan men sohih
kannya, juga riwayat Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah dalam
kitab sohihnya (targhib wa tarhib 2/144)
[15] Al fiqh al manhaji ‘ala madhab al
Imam Syafii; 1/348
[16] Hadits riwayat Bukhari dan Muslim (al
fiqh al Islami wa adilatuhu ; 3/66
[17] Hadits riwayat Bukhari (1803) dan
Muslim (2308).
[18] Hadits riwayat Bukhari dan Muslim
(Nayl al Author; 4/270
Sumber : Ust. Didi
Turmudzi, Lc. MA – http://pks-malaysia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar